BANDARLAMPUNG – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta mengutamakan hajat hidup 7.512 petambak di Dipasena. Caranya dengan menugaskan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) beserta kementerian terkait untuk melegalkan status pemutusan hubungan kemitraan inti-plasma serta memastikan PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) mengembalikan sertifikat tanah milik petambak.
’’Juga membayarkan sisa hasil usaha (SHU) petambak sekitar Rp36 miliar dan membantu PT PLN (Persero) menyalurkan listrik ke lokasi pertambakan Bumi Dipasena,” tegas Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim dalam siaran persnya kepada Radar Lampung kemarin.
Menurut dia, belajar dari konflik tanah dan pengelolaan sumber daya alam seperti yang terjadi di Papua, Mesuji, dan Bima, mestinya presiden tidak ragu bertindak. Dikatakan, tidak masuk akal jika presiden membiarkan konflik Dipasena berlarut-larut.
’’Pasalnya, akibat material dan nonmaterial telah dirasakan oleh ribuan keluarga petambak, baik kaum perempuan maupun anak-anak. Hal ini jelas melanggar HAM, sebagaimana hasil investigasi Komnas HAM pada tanggal 2 Juli 2011 (lihat grafis),” ungkap Halim.