Nagari To-lang Po-hwang Nagari Toho Asal Mulano Lappung

Selasa, 03 April 2012

TARI SEMANG BEGAYUT

TARI ADAT “SAMANG BEGAYUT”
Oleh : Seem R. Canggu.SE.MM.

Dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Tari adalah gerakan tubuh secara berirama yang dilakukan pada tempat dan waktu tertentu, untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud dan pikiran. Bunyi-bunyian yang disebut musik pengiring tari, mengatur gerakan penari dan memperkuat maksud yang ingin disampaikan.

Tari yang akan dibahas disini terbatas pada tari adat “SAMANG BEGAYUT” yang hanya ada di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Lampung. Secara harfiah pengertian Samang Begayut adalah Siamang binatang berbulu yang suka bergelayutan di pepohonan dengan suaranya yang khas dan nyaring.
Tari Adat "SAMANG BEGAYUT" dengan Pedang Siputuk Liyu dihadapan "Sai Batin" Paksi 


Tari Adat "SAMANG BEGAYUT" dengan Pedang Istambul dihadapan "Sai Batin" Marga

  

Selasa, 13 Maret 2012

KAMPUNG SUKA BHAKTI

Balai Kampung Suka Bhakti

Kampung Suka Bhakti merupakan Kampung yang terletak di Kecamatan Gedung Aji Baru, Kabupaten  Tulang Bawang, Prvinsi Lampung. Kampung ini berada ditepian jalan lintas Rawa Jitu. Batas wilayahnya terdiri dari sebelah timur berbatasan dengan Kampung  Wono Agung, selatan berbatasan dengan Kampung Batu Ampar, sebelah  barat  berbatasan dengan Kampung Mesir Dwi Jaya, sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Kampung Sidang Gunung Tiga, Kabupaten Mesuji.

Minggu, 04 Maret 2012

Pasar Rawa Jitu dipenuhi Gunungan Sampah


tugu pasar yang dihiasi dengan tumpukan sampah

Gunungan sampah di depan halaman pasar Minggun Gedung Karya Jitu dinilai sangat tidak layak, lantaran tumpukan sampah menggunung di sepanjang halaman depan pasar. Terlebih berada dibibir jalan sehingga keberadaanya sangat menggangu pemandangan dan keindahan pasar.

Warga dan pedagang banyak yang mengeluh karena sampah dari dalam pasar hanya dikumpulkan dan ditumpuk di depan halaman pasar. Kondisi tersebut sangat meresahkan warga sekitar dan para pedagang karena kesan kumuh dan bau busuk yang sangat menyengat dapat merusak citra pasar tempat mereka mencari nafkah.

Jumat, 02 Maret 2012

JALAN LINTAS RAWA JITU RUSAK PARAH, SIAPA YANG PERDULI...??



kondisi jalan terbaik karena didepan pasar Rawa Jitu,,inikah selayaknya jalan PROVINSI..???


Kondisi jalan lintas Rawajitu yaitu dari Simpang Penawar hingga Rawajitu sangat memprihatinkan. Jalan sepanjang ±86 KM dengan lebar 3,5 meter itu, terakhir diaspal sekitar 14 tahun lalu atau tepatnya pada tahun 1998. Padahal, intensitas kendaraan sangat ramai. Karena jalan itu merupakan akses jalan utama dan satu-satunya bagi masyarakat, petani dan PT untuk menuju Rawajitu dan sekitarnya.

Kamis, 01 Maret 2012

Tempat bersejarah di Bumi Manggala




tempat bersejarah di menggala
ilustrasi

BERBAGAI jejak yang masih bertakhta meneguhkan bahwa Menggala memang kota tua di Lampung. Banyak tempat dan tilas-tilas di bantaran Way Tulangbawang itu masih menyimpan cerita yang menyejarah.
Aspek menonjol pada peninggalan sejarah salah satunya adalah arsitektur. Mencermati rumah-rumah panggung di Menggala selintas mirip denagan rumah-rumah bangsawan Jawa tempo dulu. Terbuat dari kayu tembesu yang panjang mencapai 20 meter menambah eksotis rumah panggung keluarga Warganegara.

Tari Halibambang

Tari Halibambang terdapat di Kecamatan Balik Bukit Daerah Tingkat ll, Liwa, Kabupaten Lampung Barat. Tari tradisional Halibambang merupakan warisan dari nenek moyang suku Lampung Sekala Brak.
Menurut narasumber Drs. Surimas Sanusi dan Choironi Alias, Tari Halibambang dapat diartikan sebagai berikut :
–Hali  : Seperti, Bagaikan dan
–Bambang  : Kupu-kupu
Jadi Tari Halibambang dapat simpulkan sebagai tarian yang menggambarkan kupu-kupu yang sedang beterbangan dengan mengibas-ibas sayapnya di alam yang bebas dan berayun-ayun di bunga
Fungsi Tari

Silsilah Paksi Pak Skala Brak

Silsilah Paksi Bejalan Di Way :
1. Ratoe Bejalan Di Way
2. Ratoe Tunggal
3. Kun Tunggal Simbang Negara
4. Ratoe Mengkuda Pahawang
5. Puyang Rakian
6. Puyang Raja Paksi
7. Dalom Sangun Raja
8. Raja Junjungan
9. Ratoe Mejengau
10. Pangeran Siralaga
11. Dalom Suluh Iroeng
12. Pangeran Nata Marga
13. Pangeran Raja Di Lampoeng
14. Pangeran Jaya Kesuma I
15. Pangeran Pakoe Alam
16. Pangeran Puspa Negara
17. Pangeran Jaya Kesuma II
18. Ratoe Kemala Jagat
19. Suntan Jaya Kesuma III
20. Suntan Jaya Kesuma IV

MANUSIA TERTINGGI INDONESIA TUTUP USIA

MENGGALA – Provinsi Lampung dan Indonesia kehilangan salah satu aset terbaiknya. Suparwono, manusia tertinggi di Indonesia yang berasal dari Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung ini menghembuskan nafas terakhirnya akibat serangan jantung, sekitar pukul 15.30 WIB, Rabu (22/2), disemayamkan di kediamannya di SP 8 Menggala C, Kampung Tritunggal Jaya, Kecamatan Gunungagung, Tulang Bawang Barat yang kemudian dikebumikan Kamis (23/2). Hingga akhir hayatnya, pemilik tinggi badan 2,75 meter yang juga merupakan Duta Wisata Lampung itu masih tetap melajang.  

Minggu, 05 Februari 2012

Didirikan Lagi Empat Institut Seni dan Budaya


Ilustrasi

tmii, km 100 hipmala yogyakarta.

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk mengubah Institut Seni Indonesia menjadi Institut Seni dan Budaya Indonesia serta Sekolah Tinggi Seni terus bergulir. Pemerintah juga akan mendirikan empat Institut Seni dan Budaya Indonesia baru di Aceh, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Keempat Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) baru ini diharapkan bisa lebih mengembangkan seni budaya khas daerah setempat. Saat ini ada lima institut seni, yaitu ISI Yogyakarta, ISI Surakarta, ISI Bali, ISI Padang Panjang, dan Institut Kesenian Jakarta, serta satu Sekolah Tinggi Seni, yaitu di Bandung.
”Semua ISI (Institut Seni Indonesia) akan diperluas tugasnya. Kalau tadinya hanya berfokus pada kesenian, nantinya akan diperluas dengan kebudayaan yang terkait dengan kesenian tersebut,” kata Joko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumat (3/2).

Minggu, 01 Januari 2012

Defamilierisasi Tari Bedana

 
Tari Bedana adalah perwujudan luapan sukacita atas wiraga (gerak badan) untuk mencapai ekstase, dalam batas-batas tertentu ketika menari diiringi gamelan khasnya, jiwa kita seperti mengembarai lembah-lembah hijau di bawah kaki Gunung Rajabasa, semua berubah indah. Riang.

Estetika tari bedana membuat kedirian kita berasa selalu muda. Penuh antusiasme. Dan pada kesempatan lain, ketika menyaksikan langsung tari bedana dipentaskan dengan sunggingan senyum manis muli-mekhanai, kita serasa diguyur air pegunungan yang atis. Secara otomatis terpancing "begitu ingin" larut dalam tari.
tari bedana saat acara gawi adat masyarakat lampung di yogyakarta.
Tari bedana yang diyakini bernapaskan agama Islam merupakan tari tradisional, mencerminkan tata kehidupan masyarakat Lampung yang ramah dan terbuka sebagai simbol persahabatan dan pergaulan. Pada tari ini tergambar nilai akulturasi antara tata cara dan pranata sosio- kultural adat gaul anak muda Lampung dengan komitmen beragama.

Budaya dengan unsur spiritualistik yang memiliki aspek lokalitas, mulai menjadi kebutuhan terpenting untuk membentengi--meminjam bahasa Edward W. Said dalam bukunya, Kebudayaan dan Kekuasaan--imperealisme kebudayaan. Sebelum sampai pada definisi tentang seni Islam, perlu kiranya kita merujuk pada khazanah lama yang positif agar tidak terjebak pada nativisme budaya.

Penulis berharap kekayaan budaya Lampung, selain tidak ambigu, antimodernitas, dan terpenting jangan sampai budaya itu terputus. Kekhawatiran pada keterputusan budaya (cultural discontinuity) ini, perlu dirumuskan sistematika pelestarian yang terukur dan efektif. Dari sinilah permulaan dibutuhkannya al-turats atau tradisi diteliti dan diinventarisasi.

Fundamen pemikiran untuk pelestarian tari bedana, termasuk semua khazanah budaya Lampung yang lain, secara kritis harus memperhitungkan pertama, oublie (yang dilupakan). Terkait pencermatan pada pertanyaan adakah yang dilupakan dalam ragam gerak yang terstruktur pada tari bedana yang familier dikonsumsi publik kini.

Ragam satu sampai sembilan dengan komposisi gerakan; khesek gantung, khesek injing, tahtim dan penghormatan, jimpang, ayun, humbak moloh, belitut, gelek, dan gantung adalah ragam struktur gerak elegan, tetapi masih perlu kajian empirik untuk benar-benar membuktikan tidak ada yang dilupakan.

Masuk pada pertanyaan kritis kedua, travesty atau adakah yang dipalsukan dalam gerakan tari bedana? Dari sini sebenarnya penulis berusaha mengkaji fungsinya secara ideologis-filosofis. Maka refleksi dari yang dilupakan dan yang dipalsukan itulah pisau analitik sebagai alat untuk sampai pada keindahan yang lain yang belum terpikirkan (impense).

Sangat terbuka ruang kontemplatif agar embrional keramahan budaya lokal dapat lebih mempertegas bangunan peradaban Lampung di masa depan. Sebab, maraknya seni budaya yang diarahkan atau mengekor pada westernisasi, bahkan diadopsi secara sporadis, meminjam ramalan John Neisbit tentang kemungkinan yang terjadi pada banyak orang akibat derasnya arus informasi dan komunikasi tentang berpikir secara lokal, bertindak secara global (think locally, act globally).

Karena pengaruh itulah tari bedana dipastikan tergeser oleh seni koreografi (seni kontemporer) lain yang lebih terkesan modern misalnya; ciliders, dance, aerobic, dan lain sebagainya. Berikut dentingan gamelan khas yang mengiringinya, mungkinkah agar eksis perlu aransemen dan atau ditambah alat musik modern jika dinilai bebunyiannya terlalu kolot, ndesit, dan ortodoks?

Bahkan, sebenarnya paradigma yang stigmatis, ketika tari bedana kurang bagus untuk acara pesta muda-mudi waktu pernikahan atau tari latar lagu pop alternatif. Tari Bedana dengan konsep keramahan budaya lokal seyogianya dapat membentengi atau minimal menjadi alternatif seni koreografi.

Persoalannya adalah sejauh mana tingkat sosialisasi dan berapa banyak anak muda yang menguasai wiraga itu? Seandainya seperti tari komando misalnya, yang semua anak pramuka dari penggalang, penegak, sampai pandega begitu fasih menguasai gerakan berikut improvisasi dengan iringan musik apa pun, mungkin kelestarian tari bedana bukan persoalan.

Tafsir dari 'Khesek' Gantung ke Gantung

Seni Islam, dari defenisinya terlalu membuat bias, cenderung dikotomis. Maka meminjam motodologi almarhum Prof. Dr. Kuntowijoyo terkait dengan budaya profetik, sebuah strategi sosial-budaya dengan meletakkan tradisi lokal dalam muatan nilai keislaman agar manunggal sebagai nafas estetika, yaitu sisi lain keindahan dan kebenaran yang mengajak ke jalan Tuhan.

Sekarang ini tari bedana boleh terkesan ndeso, kampungan atau ketinggalan zaman dibanding dengan seni tari modern semacam cha-cha, dansa, dll. (yang juga tari tradisi Brasil dan Inggris). Akan tetapi, menurut prediksi Kuntowijoyo, tahun 2020 adalah titik pangkal realisasi ide jika strategi profetik berhasil merealisasi program seni kemanusiaan sebagai kelanjutan dari berbagai aksi pembaharuan sosial-budaya berbasis kesadaran keagamaan. Jika stratak ini dilakukan, keniscayaan dan jangan heran jika nanti tari bedana sebagai ikon dan jenis tarian favorit pengiring gembira. Padahal orang yang menguasai dan paham tari bedana makin langka.

Tafsir konseptual gerak tari bedana dari ragam satu; kehesek gantung sampai pada ragam sembilan sebagai gerak penutup yang bernama gantung, memiliki makna keramahan dan kebahagiaan hidup. Sekaligus mengandung aspek moral tata laku antara bujang dan gadis, berinteraksi saling melempar senyum tetapi tidak bersentuhan, bahkan tidak saling menatap atau implisit sama-sama menundukkan pandangan (ghodob absor), anggun dan santun, barangkali inilah salah satu napas Islam dalam Tari Bedana.

Selain itu, prosesi tahtim dan penghormatan yang terletak pada posisi ragam ketiga, sebuah pembangkangan kultural atau defamilierisasi yang menarik. Akan tetapi, setelah mencermati lebih lanjut, sebelum ragam khesek injing pada posisi kedua, gerakan khesek gantung menggambarkan aturan wudu, arena bersuci untuk sampai pada ritual ibadah penyembahan pada Tuhan.

Lihatlah ketika memutar tangan (khesek gantung) yang kemudian mengayunkan tangan. Di sini tahtim dan penghormatan (seolah mengusap wajah) menjadi sinergi untuk gerakan (sistematika) wudu.

Dalam kerangka filosofis, tari ini mengandung keagungan profetik. Tari bedana memang tidak setenar poco-poco. Hal ini didasari, selain intensitas manggung, kecintaan pada khazanah budaya lokal kita sebagai masyarakat Lampung layak dikritisi.

Ini kemudian berimbas pada sosialisasi. Masuk juga produksi karya berkesenian para seniman kita yang tidak (baca; kurang berakar) pada keramahan lokal. Logikanya adalah kekuatan seni yang berbasiskan kearifan budaya lokal dengan sentuhan nilai islami ternyata sulit mendapat tempat karena bersentuhan dengan sensibilitas publik yang banyak dipecundangi nafsu.

Akan tetapi, metodologis profetik yang digunakan penafsiran budaya, sebenarnya juga sudah menjadi ilmu alat mengkaji apakah seni ini mengajak pada ketuhanan atau mengajak pada penjajaan syahwat.


* Endri Y., Ketua Seni Budaya PW Pemuda Muhammadiyah Provinsi Lampung.

Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 September 2007 
Posting awal: http://ulunlampung.blogspot.com/